MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
AUTISME, HIPERAKTIF, DOWN SINDROM DAN RETARDASI MENTAL

MAKALAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas pada Mata Kuliah
Pediatric Nursing yang diampu oleh
Ns. Heni Kristiana S.kep,M.kep
Disusun Oleh :
1. Rahmania Dian Dhini (13.1251)
2. Ria Andini Saputri (13.1255)
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
UNGARAN
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Anak merupakan
anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan kehadirannya, namun tidak semua anak
beruntung dengan mendapatkan kesempurnaan. Terdapat beberapa anak yang
istimewa, berbedadari yang lain yang harus mendapatkan perhatian khusus. Anak
berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus yang
berkaitan dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010) .Sama halnya dengan anak yang normal,
anak yang berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan, pertumbuhan dan
perkembangan anak sangat penting bagi anak karena menentukan masa depannya.
Pendidikan
adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi, maupun
keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana
di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan
dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai
kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Anak dengan kebutuhan khusus (special
needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow)
atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai
variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap.
Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah
sebagai berikut:
a.
Disability
: keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk
menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal,
biasanya digunakan dalam level individu.
b.
Impairment:
kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi
atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
c.
Handicap
: Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability
yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
Khususnya
untuk anak yang mengalami gangguan kognitif seperti autism, hiperaktif, down
sindrom dan retardasi mental, membutuhkan perhatian yang lebih terutama dari
orang-orang sekitar, sehingga perawat perlu melibatkan lingkungan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada anak. Untuk itu akan dibahas bagaimana
asuhan keperawatan pada anak yang berkebutuhan khusus.
b. Tujuan
a.
Mahasiswa
memahami tentang konsep gangguan autism.
b.
Mahasiswa
memahami tentang konsep gangguan hiperaktif.
c.
Mahasiswa
memahami tentang konsep gangguan down sindrom.
d.
Mahasiswa
memahami tentang konsep gangguan retardasi mental.
e.
Mahasiswa
memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami autism.
f.
Mahasiswa
memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami hiperaktif.
g.
Mahasiswa
memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami down sindrom.
h.
Mahasiswa
memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami down retardasi
mental.
BAB
II
KONSEP
GANGGUAN SISTEM
A.
Definisi
Anak
berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus yang
berkaitan dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010) . Anak yang memiliki gangguan kognitif
juga termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif adalah sebuah
istilah umum yang mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi mental (Wong, 2008) .
Anak yang
berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif, down sindrom dan retardasi
mental. Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus paling
efektif dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya
berjalan lebih lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi
25% dari usia sebelum 5 tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus
member kesempatan pada anak berkebutuhan khusus ini untuk berkembang, dia masih
dapat menguasai beberapa kemampuan seperti halnya anak normal yang lain. (Monika &
Waruwu, 2006)
1. Konsep
Dasar Autisme
Autisme
berasal dari istilah dalam bahasa Yunani; „aut‟ = diri sendiri,
isme‟
orientation/state= orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan sebagai
kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri;
kondisi seseorang yang senantiasa berada di dalam dunianya sendiri.
Istilah “autisme” pertama kali
diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943, selanjutnya ia juga memakai istilah
“Early Infantile Autism”, atau dalam bahasa Indonesianya diterjemahkan sebagai
“Autisme masa kanak-kanak” . Hal ini untuk membedakan dari orang dewasa yang
menunjukkan gejala autism seperti ini. Autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan pada anak yang sifatnya komplek dan berat, biasanya telah terlihat
sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk berkomunikasi dan mengekspresikan
perasaan maupun keinginannya. Akibatnya perilaku dan hubungannya dengan orang
lain menjadimterganggu, sehingga keadaan ini akan sangat mempengaruhi
perkembangan anak selanjutnya.
Autisme dapat mengenai siapa saja
tidak tergantung pada etnik, tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi. Autisme
bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti yang ada, diketahui kelainan ini
sudah ada sejak berabad - abad yang lampau. Hanya saja istilahnya relatif masih
baru. Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu, autisme merupakan suatu
gangguan yang masih jarang ditemukan, diperkirakan hanya 2-4 penyandang
autisme. Tetapi sekarang terjdi peningkatan jumlah penyandang autisme sampai
lebih kurang 15-20 per 10.000 anak. Jika angka kelahiran pertahun di Indonesia
4,6 juta anak, maka jumlah penyandang autisme pertahun akan bertambah dengan
0,15% yaitu 6900 anak.
a. Penyebab
Autisme
Beberapa tahun yang lalu, penyebab
autisme masih merupkan suatu misteri, oeh karena itu banyak hipotesis yang
berkembang mengenai penyebab autisme. Salah satu hipotesis yang kemudian
mendapat tanggapan yang luas adalah teori “ibu yang dingin”. Menurut teori ini
dikatakan bahwa anak masuk ke dalam dunianya sendiri oleh karena merasa ditolak
oleh ibu yang dingin. Teori ini banyak yang menentang karena banyak ibu yang
bersifat hangat tetap mempunyai anak yang menunjukkan ciri - ciri autisme.
Teori tersebut tidak memberi gambaran secara pasti, sehingga hal ini
mengakibatkan penanganan yang diberikan kurang tepat bahkan tidak jarang
berlawanan dan berakibat kurang menguntungan bagi pekembangan individu autisme.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang kedokteran akhir-akhir
ini telah menginformasikan individu dengan gangguan autisme mengalami kelainan
neurobiologis pada susunan saraf pusat. Kelainan ini berupa pertumbuhan sel
otak yang tidak sempurna pada beberapa bagian otak. Gangguan pertumbuhan sel
otak ini, terjadi selama kehamilan, terutama kemahilan muda dimana sel-sel otak
sedang dibentuk.
Pemeriksaan dengan alat khusus yang
disebut Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada otak ditemukan adanya kerusakan
yang khas di dalam otak pada daerah apa yang disebut dengan limbik sistem
(pusat emosi). Pada umumnya individu autisme tidak dapat mengendalikan
emosinya, sering agresif terhadap orang lain dan diri sendiri, atau sangat
pasif seolah -olah tidak mempunyai emosi. Selain itu muncul pula perilaku yang
berulang - ulang (stereotipik) dan hiperaktivitas. Kedua peilaku tersebut erat
kaitannya dengan adanya gangguan pada daerah limbik sistem di otak.
Terdapat beberapa dugaan yang menyebabkan
terjadinya kerusakan pada otak yang menimbulkan gangguan autisme di antaranya adanya
pertumbuhan jamur Candida yang berlebihan di dalam usus. Akibat terlalu banyak
jamur , maka sekresi enzim ke dalam usus berkurang. Kekurangan enzim
menyebabkan makanan tak dapat dicerna dengan sempurna. Beberapa protein jika
tidak dicerna secara sempurna akan menjadi “racun” bagi tubuh. Protein biasanya
suatu rantai yang terdiri dari 20 asam amino. Bila pencernaan baik, maka rantai
tersebut seluruhnya dapat diputus dan ke - 20 asam amino tersebut akan diserap
oleh tubuh. Namun bila pencernaan kurang baik, maka masih ada beberapa asam
amino yang rantainya belum terputus. Rangkaian yang terdiri dari beberapa asam
amino disebut peptida. Oleh karena adanya kebocoran usus, maka peptida tersebut
diserap melalui dinding usus, masuk ke dalam aliran darah, menembus ke dalam
otak. Di dalam otak peptide tersebut ditangkap oleh reseptor oploid, dan ia
berfungsi seperti opium atau morfin. Melimpahnya zat-zat yang bekerja seperti
opium ini ke dalam otak menyebabkan terganggunya kerja susunan saraf pusat.
Yang terganggu biasanya seperti persepsi, kognisi (kecerdasan), emosi, dan
perilaku. Dimana gejalanya mirip dengan gejala yang ada pada individu autisme.
Tentu masih terdapat dugaan-dugaan lain yang menimbulkan keruskan pada otak
seperti adanya timbal , mercury atau zat beracun lainnya yang termakan bersama
makanan yang dikonsumsi ibu hamil, yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan
otak janin yang dikandungnya. Apapun yang melatarbelakangi penyebab gangguan
pada individu autisme, yang jelas bukan karena ibu yang frigit (ibu yang tidak
memberi kehangatan kasih sayang), seperti yang dianut dahulu, akan tetapi
gangguan pada autisme terjadi erat kaitannya dengan gangguan pada otak.
b. Karakteristik
autisme
Karakteristik gangguan autisme pada
sebagian individu sudah mulai muncul sejak bayi. Kciri yang sangat menonjol
adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang sangat minim terhadap ibunya atau
pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan bertambahnya umur. Pada sebagian
kecil lainnya dari individu penyandang autisme,
perkembangannya
sudah terjadi secara “.relatif normal”. Pada saat bayi sudah menatap, mengoceh,
dan cukup menunjukkan reaksi pada orang lain, tetap kemudian pada suatu saat
sebelum usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai
menolak tatap mata, berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi terhdap orang lain.
Oleh karena itu kemudian diketahui
bahwa seseorang baru dikatakan mengalami gangguan autisme , jika ia memiliki
gangguan perkembangan dalam tiga aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial
dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik,
dan minat yang terbatas disertai gerakan - gerakan berulang tanpa tujuan
Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat sebelum anak berumur 3 tahun. Mengingat
bahwa tiga aspek gangguan perkemb
angan
di atas terwujud dalam berbagai bentuk yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa
autism sesungguhnya adalah sekumpulan gejala/ciri yang melatar-belakangi
berbagai factor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik
karena tidak sama untuk masing-masing anak. Dengan demikian, maka sering
ditemukan ciri-ciri yang tumpang tindih dengan beberapa gangguan perkembangan
lain. Gradasi manifestasi gangguan juga sangat lebar antara yang berat hingga
yang ringan. Di satu sisi ada individu yang memiliki semua gejala, dan di sisi
lain ada individu yang memiliki sedikit gejala.
Adapun
tanda-tanda awal autism anak usia 0-5 tahun menurut Harris (1989) sebagai
berikut:
1.
Bayi
lahir – usia 6 bulan
a.
Anak
“ terlalu tenang atau baik”
b.
Mudah
terangsang (irritable) banyak menangis terutama malam, susah ditenangkan
c.
Jarang
menyodorkan kedua tangan untuk minta diangkat
d.
Jarang
mengoceh
e.
Jarang
menunjukkan senyuman social
f.
Jarang
menunjukkan kontak mata
g.
Perkembangan
gerakan kasar tampak normal
2.
Usia
6 bulan-2 tahun
a.
Tidak
mau dipeluk, atau menjadi tegang bila diangkat
b.
Cuek
menghadapi kedua orang tuanya
c.
Tidak
mau ikut permainan sederhana seperti “ciluk ba, bye-bye”
d.
Tidak
berupaya menggunakan kata-kata
e.
Seperti
tidak tertarik pada boneka atau binatang mainan untuk bayi
f.
Bisa
sangat tertarik pada kedua tangannya sendiri
g.
Mungkin
menolak makanan keras atau tidak mengunyah
3.
Usia
2-3 tahun
a.
Tidak
tertarik (terbatas) atau menunjukkan perhatian khusus, (perlu dikoreksi untuk
usia muda)
b.
Menganggap
orang lain sebagai alat atau benda
c.
Menunjukkan
kontak mata yang terbatas
d.
Mungkin
mencium atau menjilat benda-benda
e.
Menolak
untuk dipeluk dan menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas
f.
Relative
cuek menghadapi kedua orag tuanya
4.
Usia
4-5 tahun
a.
Bila
anak akhirnya berbicara, tidak jarang echolalic (megulang-ngulang apa yang
diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama)
b.
Meunjukkan
nada suara yang aneh (biasanya bernada tinggi da monoton)
c.
Merasa
sangat terganggu bila terjadi perubahan rutin pada kegiatan sehari-hari
d.
Kontak
mata masih sangat terbatas, walaupun bisa terjadi perbaikan
e.
Tantrum
dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berangsur-angsur berkurang
f.
Melukai
diri sediri
g.
Merangsang
diri sendiri
c. Pertimbangan
Keperawatan
Intervensi terapeutik untuk anak
penderita autism merupaka wilayah khusus yang melibatkan profesioal terlatih.
Meskipun tidak ada penyembuhan utuk autism, berbagai terapi telah digunakan.
Hasil yang paling menjanjikan adalah melalui program modifikasi perilaku yang
dilakukan secara intensif dan terstruktur. Secara umum, tujuan penanganan
adalah meningkatkan penguatan positif, enigkatkan kesadaran social terhadap
orang lain, mengajari keterampilan komunikasi verbal, dan mengurangi perilaku
yag tidak dapat diterima. Memberikan rutinitas terstruktur untuk diikuti anak
merupakan kunci dalam penatalaksanaan autism.
Apabila anak ini di rawat di rumah
sakit, orang tua sangat penting merencanakan asuhan dan idealnya harus tinggal
bersama anak sesering mungkin. Perawat harus memahami bahwa tidak semua anak
penderita autism sama dan bahwa mereka akan memerlukan pengkajian dan
penatalaksanaan individual. Mengurangi stimulasi dengan menggunakan ruang
pribadi, menghindari distraksi suara dan visual yang berlebihan, dan mendorong
orag tua untuk membawakan barang-barang yang sangat enting bagi anak dapat
mengurangi gangguan akibat rawat inap. Karea kontak fisik sering menjengkelkan
anak ini maka menggendong dan kontak mata perlu dibatasi untuk menghindaari
ledakan perilaku. Harus hati-hati saat melakukan prosedur, member obat, atau
member makan anak, karea mereka susah makan sampai kelaparan sendiri atau
melakukan muntah untuk meghidari makan anak atau mengulum makanan, menelan
semua benda yang bisa atau tidak bisa dimakan, seperti thermometer.
Mereka perlu diperkenalkan dengan situasi baru
secara perlahan, kunjungan pemberi asuhan dibuat singkat jika mugkin. Karena
anak ini mengalami kesulitan mengatur perilaku dan mengarahkan kembali energy
mereka, maka segala sesuatu yang harus dikerjakan mereka perlu diperintah
secara langsung. Komunikasi harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak,
singkat dan konkret. Hanya satu permintaan diberikan pada satu kesempatan,
seperti “duduk di tempat tidur”.
Orang tua memerlukan ahli untuk konsultasi dini dalam
riwayat penyakitnya dan harus dirujuk ke Autism
Society of America (ASA). ASA menyediakan informasi mengenai edukasi,
program dan teknik penanganan, serta fasilitas seperti berkemah dan rumah
kelompok. Ada juga kelompok sibling yang dinamakan SHARE (SiblingsHelping Persons with Autism Through Resources and
Energy). Sumber daya yang sangat
membantu lainnya adalah departemen kesehatan mental local dan nasional serta
hendaya (desabilitas) perkembangan; organisasi ini menyediakan program penting untuk anak autistic dan program dalam
sekolah seluruh wilayah Amerika Serikat. Ketika
anak mendekati masa dewasa dan orang tua menjadi semakin tua, keluarga
mungkin memerlukan bantuan untuk mencari fasilitas penempatan jangka panjang.
2. Konsep
Dasar Sindroma Hiperaktivitas
Sindroma hiperaktivitas merupakan
istilah gangguan kekurangan perhatian menandakan gangguan-gangguan sentral yang
terdapat pada anak-anak, yang sampai saat ini dicap sebagai menderita
hiperaktivitas, hiperkinesis, kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral
minimal.
a. Etiologi
Pandangan-pandangan serta
pendapat-pendapat mengenai asal usul, gambaran-gambaran, bahkan mengenai
realitas daraipada gangguan ini masih berbeda-beda serta dipertentangkan satu
sama lainnya. Beberapa orang berkeyakinan bahwa gangguan tersebut mungkin
sekali timbul sebagai akibat dari gangguan-gangguan di dalam neurokimia atau
neurofisiologi susunan syaraf pusat. Istilah gangguan kekurangan perhatian
merujuk kepada apa yang oleh banyak orang diyakini sebagai ganggua yag
utamanya. Sindroma tersebut diduga disebabkan oleh factor genetic, pembuahan
ataupun racun, bahaya-bahaya yang diakibatkan terjadinya prematuritas atau
immaturitas, maupun rudapaksa, anoksia atau penyulit kelahiran lainnya.
Telah dilakukan pula pemeriksaan
tentag temperamen sebagai kemungkinan merupakan factor yang mempermudah
timbulnya gangguan tersebut, sebagaimana halnya dengan praktek pendidikan serta
perawatan anak dan kesulitan emosional di dalam interaksi oranng tua anak yang
bersangkutan. Sampai sekarang tidak ada satu atau beberapa factor peyebab pasti
yang dapat diperlihatkan.
b. Patofisiologi
Kurang konsentrasi/ gangguan
hiperaktivitas ditadai dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsive, dan
hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan tentang suatu mekanisme
patofisiologi ataupun gangguan biokimiawi. Anak pria yang hiperativ, yang
berusia antara 6-9 tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang, yang telah
memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan-pengobatan stimulant,
memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah di dalam susunan saraf pusat
mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil
diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi, potensial-potensial yang
diakibatkan secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini
mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan,
lingkup perhatian mereka yang buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu
pengobata serta perawatan, maka angka-angka laboratorik menjadi lebih mendekati
normal serta penilaian yang diberikan oleh para guru mereka memp[perlihatkan
tingkah laku yang lebih baik.
c. Manifestasi
Klinis
Ukuran objektif tidak memperlihatkan
bahwa anak yang terkena gangguan ini memperlihatkan aktivitas fisik yang lebih
banyak, juka dibandingkan dengna anak-anak kotrol yang normal, tetapi
gerakan-gerakan yang mereka lakukan kelihatan lebih kurang bertujuan serta
mereka selalu gelisah dan resah. Mereka mempunyai rentang perhatian yang
pendek, mudah dialihkan serta bersifat impulsive dan mereka cenderung untuk
bertindak tanpa mempertimbangkan atau merenungkan akibat tindakan tersebut.
Mereka mempunyai toleransi yang rendah terhadap perasaan frustasi dan secara
emosional mereka adalah orang-orang yang labil serta mudah terangsang. Suasana
perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat netral atau pertenangan, mereka
kerap kali berkelompok, tetapi secara social mereka bersikap kaku. Beberapa
orang di antara mereka bersikap bermusuhan dan negative, tetepi ciri ini sering
terjadi secara sekunder terhadap permasalahan-permasalahan psikososial yang
mereka alami. Beberapa orang lainnya sangat bergantung secara berlebih-lebihan,
namun yang lain lagi bersikap begitu bebas dan merdeka, sehingga kelihatan
sembrono.
Kesulitan-kesulitan emosional dan
tingkah laku lazim ditemukan dan biasanya sekunder terhadap pengaruh social
yang negative dari tingkah laku mereka. Anak-anak ini akan menerima celaan dan
hukuman dari orang tua serta guru dan pengasingan social oleh orang-orang yang
sebaya dengan mereka. Secara kronik mereka mengalami kegagalan di dalam
tugas-tugas akademik mereka dan banyak diantara mereka tidak cukup
terkoordinasi serta cukup mampu mengendalikan diri sediri untuk dapat berhasil
di dalam bidang olahraga. Mereka mempunyai gambaran mengenai diri mereka
sendiri yang buruk serta mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali
mengalami depresi. Terdapat angka kejadian tinggi mengenai ketidakmampuan
belajar membaca matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik
mereka dapat tertinggal 1-2 tahun dan lebih sedikit daripada yang sesungguhnya
diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.
d. Pemeriksaan
Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium
yang akan menegakkan diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang
mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang
lambat yang bertambah banyak pada elektroensefalogram mereka, tanpa disertai
dengan adanya bukti tentang penyakit neurologic ata epilepsy yang progresif,
tetapi penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis
oleh computer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang
ketidakmampuan belajar pada anak itu.
e. Komplikasi
1.
Diagnosis
sekuder, gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
2.
Pencapaian
akademik kurag, gagal di sekolah, sulit membaca dan mengerjakan aritmatika
(sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)
3.
Hubungan
dengan teman sebaya buruk (sering kaliakibat perilaku agresif dan kata-kata
yang diungkapkan)
f. Penatalaksanaan
Medis
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan
ini terdiri atas penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan
orang tua, dan konseling keluarga. Orang tua mungkin mengutarakan
kekhawatirannya tentang penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus
dijelaskan pada orang tua, termasuk pencegahan skolastik dan gangguan social
yang terus menurus karena penggunaan obat-obat psikostimulan. Ratting scale
conners dapat digunakan sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas
dari pengobatan.
Psikostimulan-metilfenidat (ritalin),
amfetamin sulfat (benzedrine), dan dekstroamfetamin sulfat (dexedrine)- dapat
memperbaiki rentang perhatian dan konsentrasi anak dengan meningkatkan efek
paradoksikal pada kebanyakan anak dan sebagian orang dewasa yang menderita
gangguan ini.
3. Konsep
Dasar Down Syndrome
a. Definisi
Kelainan bawaan sejak yang terjadi
pada 1 diantara 800-900 bayi. ditandai
oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat.
Tetapi hamper semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan
merawat dirinya sendiri.
merupakan kelainan kromosom autosomal yang
paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35
tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkanoleh adanya kelebihan
kromosom x. Syndromini juga Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan
yang normal. 95 % kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.
b. Etiologi
Penyebab dari Syndrom Down adalah
adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan
kemungkinan-kemungkinan :
1.
Non
Disjunction sewaktu osteognesis (Trisomi)
2.
Translokasi
kromosom 21 dan 15
3.
Prostzygotic
non disjunction (mosaicism)
Faktor-faktor yang
berperan dalm terjadinya kelainan kromosom (Kejadian Non Disjunction) adalah :
1.
Genetik
Karena
menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko
berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrome.
2.
Radiasi
Ada
sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak dengan
syndrome down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.
3.
Infeksi
dan Kelainan Kehamilan
4.
Autoimun
dan Kelainan Endokrin pada Ibu
Terutama
autoimun tiroid atau atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
5.
Umur
Ibu
Apabila
umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapatperubahanhormonal yang dapat
menyebabkan “non disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya
konsentransi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormone dan
peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause.
Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh
6.
Umur
Ayah
Selain
itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nucleolus, bahan
kimia dan frekuensi koitus.
c. Manifestasi
Klinis
Berat
badan waktu lahirdari bayi dengan syndrome down umumnya kurang dari normal.
Beberapa
Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1.
Sutura
Sagitalis Yang Terpisah
2.
Fisura
Palpebralis Yang Miring
3.
Jarak
yang lebar antara kaki
4.
Fontanela
Palsu
5.
“Plantar
Crease”
6.
Hyperfleksibilitas
7.
Peningkatan
Jaringan Sekitar Leher
8.
Bentuk
Palatum Yang Abnormal
9.
Hidung
Hipoplastik
10. Kelainan otot dan hipotonia
11. Bercak Brushfield pada Mata
12. Mulut terbuka dan lidah terjulur
13. Lekukan epikantus (Lekukan kulit yang
berbentuk bundar) pada sudut mata sebelah dalam
14. Single palmar crease pada tangan kiri
dan kanan
15. Jarak pupil yang lebar
16. Oksiput yang datar
17. Tangan dan kaki yang pendek serta
lebar
18. Bentuk / struktur telinga yang
abnormal
19. Kelainan mata , tangan, kaki, mulut,
sindaktili
20. Mata sipit
d. Patofisiologi
Factor penyebab: Abnormalitas
kromosom

![]() |
Non disjungtional translokasi Post zigotik non
kromosom21&15 disjungtional
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
||||
![]() |
Pembentukan
organ yang kurang sempurna
![]() |
|||||
![]() |
|||||
|
|
Pertumbuhan
palatum
abnormal
![]() |
||||
|
e. Diagnosa
yang lazim muncul
1.
Keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan
2.
Resiko
infeksi
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan pemberian
makanankarena lidah yang menjulur dan palatum yang tinggi
4.
Defisiensi
pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrome down
f. Discharge
Planning
1.
Konseling
genetic maupun amniosentesis pada kehamilan yangdicurigaiakan sangat membantu
mengurangi angka kejadian syndrome down
2.
Dengan
biologi molekuler, misalnya dengan “gene targeting” atau yang dikenal sebagai
“homologous recombination” sebuah gen yang dapat di nonaktifkan
3.
Pencegahan
dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagiibu hamil
terutama pada bulan-bulan awal kehamilan, ibu hamil pernah mempunyai anak
dengan sindrom down atau hamil diatas usia 40 tahun harus dengan hati-hati
memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak
dengan sindrom down lebih tinggi
4.
Fisioterapi
pada down sindrom adalahmembantuanak belajar untuk menggerakkan tubuhnya dengan
cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). (NIC-NOC, 2013)
4.Konsep Dasar Retardasi Mental
Retardasi Mental menerangkan keadaan
fungsi intelektual umum bertara subnormal yang dimulai dalam masa perkembangan
individu dan yang berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar maupun
penyesuaian diri proses pendewasaan individu tersebut atau kedua –duanya
(Nelson,2000). Angka kejadian pada retardasi mental ini cukup banyak terutama
di Negara yang sedang berkembang dan merupakan dilemma atau penyebab kecemasan
keluarga, masyarakat, dan Negara. Diperkirakan kejadian retardasi mental berat
di Negara yang sedang berkembangsekitar 0,3% dari seluruh populasi dan dan
hamper 3% mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya tentunya mereka tidak
bisa dimanfaatkan karena 0,1 % dari kelompok anak ini memerlukan perawatan,
bimbingan, serta pengawasan sepanjang hidupnya (Swaiman dalam Tumbang Anak,
Soetjiningsih, 1994)dalam (Muttaqin,2008).
Hasil penelitian Triman Prasedio
(1980) mengemukakan angka prevalensi retardasi mental di Indonesia adalah 3 %
hasil penelitian ini diperkirakan suatu angka yang tinggi. Sebagai perbandingan
di Prancis angka Prevalensinya adalah 1,5-8,6% dan di Inggris 1-8% (laporan
WHOyang dikutip Triman Prasedio). Statistik menunjukkan bahwa di Indonesia
didapatkan 10-30 dari 1000 penderita yang mengalami tuna grahita, terdapat
1.750.000-5.250.000 jiwa menderita tuna grahita. Melalui data demologi
dilaporkan bahwa 34,39% pengunjung Pukesmas berusia 5-15 tahun menunjukkan
gangguan mental emosional.
Pengertian retardasi mental adalah
suatu kondisi yang ditandai intelegensi yang rendah yang menyebabkan
ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan
masyarakatatas kemampuan yang dianggap normal (Soetjiningsih, 1994)dalam
(Muttaqin,2008).
Anak tidakmampu belajardan beradaptasi
karena intelegensinya rendah, biasanya IQ di bawah 70. Retardasi mental
memiliki kriteria sebagai berikut :
1.
Fungsi
intelektual umum di bawah normal (umumnya dibawah 70)
2.
Terdapat
kendala dalam perilaku adaptif sosial.
3.
Gejalanya
timbul dalam masa perkembangan, yaitu di bawah usia 18 tahun.
a. Etiologi
Secara
garis besarnya faktor penyebab dapat dibagi empat golongan, yaitu
(Soetjiningsih, 1994)dalam (Muttaqin,2008):
1.
Faktor
genetic
a.
Akibat
kelainan jumlah kromosom, misalnya trisomi 21 atau dikenal dengan syndrome
down.
b.
Kelainan
bentuk kromosom
2.
Faktor
Prenatal
Dimaksudkan
adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada sebelum atau pada saat
kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya.
3.
Faktor
Perinatal
a.
Proses
kelahiran yang lama misalnya placenta previa, rupture tali umbilicus
b.
Posisi
janin abnormal seperti letak bokong atau melintang, anomaly uterus, dan
kelainan bentuk jalan lahir.
c.
Kecelakaan
pada waktu lahir dan distress fatal
4.
Faktor
pascanatal
a.
Akibat
infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoencefalitis, dan infeksi).
b.
Trauma
kapitis dan tumor otak.
c.
Kelainantulang
tengkorak
d.
Kelainan
endokrin dan metabolic, keracunan pada otak, serta faktor sosio- budaya. (Muttaqin,
2008)
![]() |
Tabel klasifikasi retardasi mental (Muttaqin,2008)

b.
![]() |
Gambaran Klinis
Anak
yang retardasi mental dapat dikenali dari tanda sebagi berikut :
1.
Penampilan
fisik tidak seimbang misalnya kepala terlalu besar atau terlalu kecil, mulut
melongo, mata sipit/mongoloid, badan bungkuk.
2.
Kecerdasan
terbatas
3.
Tidak
dapat mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai usia
4.
Arah
minat sangat terbatas pada hal-hal yang terbatas dan sederhana saja
5.
Perkembangan
bahasa / bicara lambat
6.
Tidak
ada perhatian terhadap lingkungannya (pandangan kosong) dan perhatiannya labil,
sering berpindah-pindah
7.
Koordinasi
gerakan kurang , gerakan kurang terkendali.
8.
Daya
ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis, dan acuh tak acuh
terhadap sekitarnya.
9.
Sering
kali ngiler.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN DOWN
SYNDROM
A. Pengkajian
1.
Identitas
a.
Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi
tingkat perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b.
Nama
orang tua
c.
Alamat
d.
Umur
e.
Pendidikan
f.
Agama
g.
Pekerjaan
2.
Riwayat
Penyakit Sekarang
Biasanya
diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang melihat pertumbuhan
dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai dengan kelompok seusianya.
3.
Riwayat
penyakit dahulu
Penyakit
seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio,pertusis,
vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
4.
Riwayat
antenatal, natal, dan pascanatal
a.
Antenatal
Kesehatan
ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang dilakukan
untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal, kemana serta
kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum serta kebiasaan selama
hamil.
b.
Natal
Tanggal,
jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara persalinan
(spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan gamelli),
presentasi kepala, dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir
dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang,
lebih)bulan.
c.
Pascanatal
Lama
dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan dengan gangguan
system, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola eliminasi, dan
respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya asfiksia, trauma, dan
infeksi.
5.
Riwayat
pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar
lengan kiri atas, lingkar dada terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah
dicapai motorik kasar, motorik halus, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
6.
Riwayat
kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua,
kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga yang harmonis dan pola asuh, asah,
dan asih. Ekonomi dan adat istiadat berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan
internal eksternalyang dapat memengaruhi perkembangan intelektual dan
pengetahuan serta keterampilan anak. Di samping itu juga berhubungan dengan
persediaan dan bahan pangan, sandang, dan papan.
7.
Pola
fungsi kesehatan
Pola nutrisi, makanan pokok utama
apakah ASI atau PASI pada umur anak tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan
jenis, takaran, dan frekuensi pemberian serta makanan tambahan yang diberikan.
Adakah makanan yang disukai, alergi atau masalah makanan yang lainnya.
Pola eliminasi, system pencernaan dan
perkemihan pada anak perlu di kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi,
jumlah, serta bau). Bagaimana tingkat toilet training sesuai dengan
tingkatperkembangan anak.
Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang
sudah di capai anak pada usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau
percepatan.
Pola istirahat, kebutuhan istirahat
setiaphari, adakah gangguan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang
mempercepat tidur.
Pola kebersihan diri, bagaimana perawatan
pada diri anak, apakah sudah mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada
orang lain atau orang tua.
8.
Pemeriksaan
Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji ,
kesan kesadaran, tanda-tanda vital (perubahan suhu, frekuensi pernapasan,
system sirkulasi, dan perfusi jaringan). Kepala dan lingkar kepala hendaknya
diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan pengukuran diameter
oksipito-frontalis terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata atau sedikit cekung
sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah
ikterus, konjungtiva adakah anemis, penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran
baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil
(adakah pembesaran, hyperemia), adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan
gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan, bengkak, dan gangguan fungsi).
Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang dapat mengganggu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema,
keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah
kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara
jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin,
apakah labia mayor menutupi labia minor pada perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek
patologis, reflek memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.
9.
Pemeriksaan
Diagnostik
Penatalaksanaan
pada anak down sindrom meliputi:
1.
Radiologi
2.
Pemeriksaan
EEG
3.
Pemeriksaan
CT scan
4.
Thoraks
AP/PA
5.
Laboratorium
: SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum protein,IgG, IgM.
6.
Konsultasi
bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
7.
Program
terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi penyerta.
10. Intervensi
1.
Tujuan:
Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan anak mampu
menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya ketidakmampuan, keluarga
mampu mendapatsumber sumber sarana komunitas, status nutrisi seimbang, berat
badan normal.
Rencana:
a.
Peningkatan
perkembangan anak dan remaja
a)
Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
b)
Identifikasi
dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang
optimal.
c)
Berikan
instruksiberulang dan sederhana
d)
Berikan
reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
e)
Doronganak
melakukan perawatan sendiri
f)
Manajemen
perilakuanak yang sulit
g)
Dorong
anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
h)
Ciptakan
lingkungan yang aman
b.
Manajemen
nutrisi
a)
Kaji
keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
b)
Tentukan
makanan yang disukai anak
c)
Pantau
kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
c.
Nutrition
theraphy
a)
Menyelesaikan
penilaian gizi
b)
memantau
kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari
c)
kolaborasi
dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
d)
pilih
suplemen yang sesuai
e)
dorong
pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
2.
Tujuan:
klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan proses penularan
penyakit ,faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi, jumlah leukosit dalam batas
normal, menunjukan perilaku hidup sehat
Rencana:
Infection control
a)
Bersihkan
lingkungan setelah dipakai pasien lain
b)
Pertahankan
teknik isolasi
c)
Batasi
pengunjung bila perlu
d)
Instruksikan
pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung meninggalkan pasien
e)
Gunakan
sabun untuk cuci tangan
f)
Cuci
tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g)
Pertahankan
lingkungan aseptic
h)
Tingkatkan
intake nutrisi
i)
Dorong
masukan cairan
j)
Dorong
istirahat
3.
Tujuan:
adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tinggi badan , mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
Rencana:
Nutrition managemen
a)
Kaji
adanya alergi makanan
b)
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
c)
Anjurkan
pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin-c
d)
Berikan
substansi gula
e)
Yakinkan
diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
f)
Berikan
makanan yang terpilih
g)
Ajarkan
pasien membuatcatatan makanan
h)
Beri
informasi tentang kebutuhan nutrisi
i)
Kaji
kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang diperlukan
j)
Monitoring
BB dan intake makanan.
4.
Tujuan:
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis
dan program pengobatan, pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
Rencana
:
a)
Berikan
penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik
b)
Jelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat
c)
Gambarkan
tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyaki, dengan cara yang tepat
d)
Gambarkan
proses penyakit, dengan cara yang tepat
e)
Identifikasi
kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
f)
Sediakan
informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
g)
Hindari
jaminan yang kosong
h)
Sediakanbagikeluarga
atau SO informasi tantang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
i)
Diskusikan
perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan dating dan atau proses pengontrolan penyakit
j)
Diskusikan
pilihan terapi atau penanganan
k)
Dukung
pasien untuk mengeksplorasiatau mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
l)
Rujuk
pasien pada grup atau agensidi komunitas local, dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
m) Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas local, dengan cara yang tepat
n)
Instruksikan
pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberik perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat.
11. Implementasi
Melakukan
implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan pasien.
12. Evaluasi
Evaluasi
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK RETARDASI MENTAL
A. Pengkajian
1. Identitas
a.
Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi
tingkat perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b.
Nama
orang tua
c.
Alamat
d.
Umur
e.
Pendidikan
f.
Agama
g.
Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya
diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang melihat pertumbuhan
dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai dengan kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit
seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio,pertusis,
vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
4.
Riwayat
antenatal, natal, dan pascanatal
a.
Antenatal
Kesehatan
ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang dilakukan
untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal, kemana serta
kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum serta kebiasaan selama
hamil.
b.
Natal
Tanggal,
jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara persalinan
(spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan gamelli),
presentasi kepala, dan komplikasi ataukelainan congenital. Keadaan saat lahir
dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang,
lebih)bulan.
c.
Pascanatal
Lama dirawat
di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan dengan gangguan system,
masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola eliminasi, dan respons
lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya asfiksia, trauma, dan infeksi.
5.
Riwayat
pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkarkepala, lingkar
lengan kiri atas, lingkar dada terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah
dicapai motorik kasar, motorik halus, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan
bahasa.
6.
Riwayat
kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua,
kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga yang harmonis dan pola asuh, asah,
dan asih. Ekonomi dan adat istiadat berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan
internal eksternalyang dapat memengaruhi perkembangan intelektual dan
pengetahuan serta keterampilan anak. Di samping itu juga berhubungan dengan
persediaan dan bahan pangan, sandang, dan papan.
7.
Pola
fungsi kesehatan
Pola nutrisi, makanan pokok utama
apakah ASI atau PASI pada umur anak tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan
jenis, takaran, dan frekuensi pemberian serta makanan tambahan yang diberikan.
Adakah makanan yang disukai, alergi atau masalah makanan yang lainnya.
Pola
eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak perlu di kaji BAB atau
BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta bau). Bagaimana tingkat
toilet training sesuai dengan tingkatperkembangan anak.
Pola
aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak pada usia
sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
Pola
istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah gangguan tidur, hal-hal yang
mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
Pola
kebersihan diri, bagaimana perawatan pada diri anak, apakah sudah mandiri atau
masih ketergantungan sekunder pada orang lain atau orang tua.
8.
Pemeriksaan
Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji ,
kesan kesadaran, tanda-tanda vital (perubahan suhu, frekuensi pernapasan,
system sirkulasi, dan perfusi jaringan). Kepala dan lingkar kepala hendaknya
diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan pengukuran diameter oksipito-frontalis
terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata atau sedikit cekung sampai anak usia 18
bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah
ikterus, konjungtiva adakah anemis, penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran
baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil
(adakah pembesaran, hyperemia), adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan
gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan, bengkak, dan gangguan fungsi).
Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang dapat mengganggu proses pertumbuhan
dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema,
keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah
kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara
jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin,
apakah labia mayor menutupi labia minor pada perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek
patologis, reflek memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.
9.
Pemeriksaan
Diagnostik
Penatalaksanaan
pada anak retardasi mental meliputi:
a.
Radiologi
b.
Pemeriksaan
EEG
c.
Pemeriksaan
CT scan
d.
Thoraks
AP/PA
e.
Laboratorium
: SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum protein,IgG, IgM.
f.
Konsultasi
bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
g.
Program
terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi penyerta.
10. Diagnosis keperawatan
1.
Gangguan
tingkat perkembangan (personal sosial, bahasa, dan kognitif) yang berhubungan
dengan atrofi hemisfer kiri (disfungsi otak).
2.
Hambatan
mobilitas fisik dan ketergantungan sekunder yang berhubungan dengan disfungsi
otak.
3.
Hambatan
interaksi sosial (Keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan sosial, bahasa,
bermain, dan pendidikan sekunder) yang berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
4.
Kecemasan
orang tua yang berhubungan dengan keadaan pertumbuhan dan perkembangan anak
yang terlambat. (Muttaqin, 2008)
11. Rencana Intervensi
1.
Tujuan:
Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan anak mampu
menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya ketidakmampuan, keluarga
mampu mendapatsumber sumber sarana komunitas, status nutrisi seimbang, berat
badan normal.
Rencana:
d.
Peningkatan
perkembangan anak dan remaja
i)
Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
j)
Identifikasi
dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang
optimal.
k)
Berikan
instruksiberulang dan sederhana
l)
Berikan
reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
m) Doronganak melakukan perawatan sendiri
n)
Manajemen
perilakuanak yang sulit
o)
Dorong
anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
p)
Ciptakan
lingkungan yang aman
e.
Manajemen
nutrisi
d)
Kaji
keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
e)
Tentukan
makanan yang disukai anak
f)
Pantau
kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
f.
Nutrition
theraphy
f)
Menyelesaikan
penilaian gizi
g)
memantau
kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari
h)
kolaborasi
dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
i)
pilih
suplemen yang sesuai
j)
dorong
pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
2.
Tujuan
: klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
Rencana:
a.
Exercise
therapy
a)
Monitoring
vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
b)
Konsultasikan
dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
c)
Bantu
klien untuk menggunakan tongkat saatberjalan dan cegah terhadap cidera
d)
Ajarkan
pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
e)
Kaji
kemampuan pasien dalam mobilisasi
f)
Latih
pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
g)
Dampingi
dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pasien saat ADLs
h)
Berikan
alat bantu jika klien memerlukan
i)
Ajarkan
pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
3.
Tujuan:
lingkungan yang supportif yang bercirikan hubungan dan tujuan anggota keluarga,
menggunakan aktivitas yang menyenangkan, menarik, dan menenangkan untuk
meningkatkan kesejahteraan, interaksi sosial dengan orang, kelompok, atau
organisasi, mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain.
Rencana:
Socialization enchancement
a)
Buat
interaksi terjadwal
b)
Dorong
pasien ke kelompok atau program keterampilaninterpersonal yang membantu
meningkatkan pemahaman tentang pertukaran informasi atau sosialisasi
c)
Identifikasikan
perubahan perilaku tertentu
d)
Berikan
umpan balik positif jika pasien berinteraksi dengan orang lain
e)
Fasilitas
pasien dalam memberi masukan pada orang lain
f)
Anjurkan
bersikap jujur dan apa adanya dalam berinteraksi dengan orang lain
g)
Anjurkan
menghargai orang lain
h)
Gunakan
teknik bermainperan dan berkomunikasi
4.
Tujuan:
klien mampu mengidentifikasi , mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk
mengontrol cemas, vital sign dalam batas normal, postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
Rencana:
a)
Gunakan
pendekatan yang menyenangkan
b)
Nyatakan
dengan jelas harapan pada pelaku pasien
c)
Jelaskan
semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
d)
Pahami
prespektif pasien terhadap situasi stress
e)
Temani
pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
f)
Dorong
keluarga untuk menemani anak
g)
Lakukan
back/neckrub
h)
Dengarkan
dengan penuh perhatian
i)
Identifikasi
tingkat kecemasan
j)
Bantu
pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
k)
Dorong
pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
l)
Instruksikan
pasien menggunakan teknik relaksasi
m) Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan (NIC-NOC, 2013)
5.
Implementasi
Melakukan
implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan pasien.
6.
Evaluasi
Evaluasi
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERAKTIVITAS
A. Pengkajian
a. Pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt Hiperactivity Disorder (ADHD) antara lain:
1.
Pengkajian riwayat penyakit
a)
Orang tua mungkin melaporkan bahwa
anaknya rewel dan mengalami masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang
tanpa disadari sampai anak berusia todler atau masuk sekolah atau daycare.
b)
Anak mungkin mengalami kesulitan dalam
semua bidang kehidupan yang utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan
perilaku overaktif atau bahkan perilaku yang membahayakan di rumah.
c)
Berada diluar kendali dan mereka merasa
tidak mungkin mampu menghadapi perilaku anak.
d)
Orang tua mungkin melaporkan berbagai
usaha mereka untuk mendisplinkan anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu
sebagian besar tidak berhasil.
2.
Penampilan umum dan perilaku motorik
a)
Anak tidak dapat duduk tenang di kursi
dan mengeliat dan bergoyang-goyang saat mencoba melakukannya.
b)
Anak mungkin lari mengelilingi ruang
dari satu benda ke benda lain dengan sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang
jelas.
c)
Kemampuan anak untuk berbicara
terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan suatu percakapan, ia menyela,
menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan berakhir dan gagal memberikan perhatian
pada apa yang telah dikatakan.
d)
Percakapan anak melompat-lompat secara
tiba-tiba dari satu topik ke topik yang lain. Anak dapat tampak imatur
atau terlambat tingkat perkembangannya
3.
Mood dan afek
a)
Mood anak mungkin labil, bahkan sampai
marah-marah atau tempertantrum.
b)
Ansietas, frustasi dan agitasi adalah
hal biasa.
c)
Anak tampak terdorng untuk terus
bergerak atau berbicara dan tampak memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku
tersebut.
d)
Usaha untuk memfokuskan perhatian anak
dapat menimbulkan perlawanan dan kemarahan.
4.
Proses dan isi pikir
Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk
mempelajari anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tingkat
perkembangan.
5.
Sensorium dan proses intelektual
a)
Anak waspada dan terorientasi, dan tidak
ada perubahan sensori atau persepsi seperti halusinasi.Kemampuan anak untuk
memberikan perhatian atau berkonsentrasi tergangguan secara nyata.
b)
Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3
detik pada ADHD yang berat 2 atau 3 menit pada bentuk gangguan yang lebih
ringan.
c)
Mungkin sulit untik mengkaji memori
anak, ia sering kali menjawab, saya tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi
perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat berhenti memikirkan sesuati.
d)
Anak yang mengalami ADHD sangat mudah
terdistraksi dan jarang yang mampu menyelesaikan tugas.
6.
Penilaian dan daya tilik diri
a)
Anak yang mengalami ADHD biasanya
menunjukkan penilaian yang buruk dan sering kali tidak berpikir sebelum
bertindak
b)
Mereka mungkin gagal merasakan bahaya
dan melakukan tindakan impulsif, seperti berlari ke jalan atau melompat dari
tempat yang tinggi.
c)
Meskipun sulit untuk mempelajari
penilaian dan daya tilik pada anak kecil.
d)
Anak yang mengalami ADHD menunjukkan
kurang mampu menilai jika dibandingkan dengan anak seusianya.
e)
Sebagian besar anak kecil yang mengalami
ADHD tidak menyadari sama sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku
orang lain.
f)
Anak yang lebih besar mungkin
mengatakan, "tidak ada yang menyukaiku di sekolah", tetapi mereka
tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan perilaku mereka sendiri.
7.
Konsep diri
a)
Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak
yang masih kecil, tetapi secara umum harga diri anak yang
mengalami ADHD adalah rendah.
b)
Karena mereka tidak berhasil di sekolah,
tidak dapat memiliki banyak teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan
tugas di rumah, mereka biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c)
Reaksi negatif orang lain yangmuncul
karena perilaku mereka sendiri sebagai orang yang buruk dan bodoh
8.
Peran dan hubungan
a)
Anak biasanya tidak berhasil disekolah,
baik secara akademis maupun sosial.
b)
Anak sering kali mengganggu dan mengacau
di rumah, yang menyebabkan perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
c)
Orang tua sering meyakini bahwa anaknya sengaja
dan keras kepala dan berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang
didiagnosis dan diterapi.
d)
Secara umum tindakan untuk
mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan yang terbatas pada beberapa kasus,
anak menjadi tidak terkontrol secara fisik, bahkan memukul orang tua atau
merusak barang-barang miliki keluarga.
e)
Orang tua merasa letih yang kronis baik
secara mental maupun secara fisik.
f)
Guru serungkali merasa frustasi yang
sama seperti orang tua dan pengasuh atau babysister mungkin menolak untuk
mengasuh anak yang mengalami ADHD yang meningkatkan penolakan anak.
9.
Pertimbangan fisiologis dan perawatan
diri
Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan waktu
untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan. Masalah
penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah yang
terjadi. Jika anak melakukan perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga
ada riwayat cedera fisik.
b.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya
ditemukan pada anak dengan gangguan hiperaktif mencakup :
a. Rambut
yang halus
b. Telinga
yang salah bentuk
c. Lipatan-lipatan
epikantus
d. Langit-langit
yang melengkung tinggi serta
e. Kerutan-kerutan
telapak tangan yang hanya tunggal saja
f. Terdapat
gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis serta
permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.
c.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium
yang akan dapat menegakan diagnosis gangguan hiperaktif. Anak yang mengalami
hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang lambat yang bertambah
banyak pada elektroensefalogram (EEG).
Suatu
EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan
penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak.
2.
Alat-alat berikut ini dapat untuk
mengidentifikasi anak-anak dengan gangguan ini.
a.
Bebas dari distraksibilitas
(aritmatika, rentang anka, dan pengkodean)
b.
Daftar periksa gangguan (misal:
Copeland symptom checklist for attention. Defisit Disorders, attention Deficit
Disorders Evaluation Scale)
3.
Wechsler Intelligence Scale for
Children, edisi 3 (WISC_III) juga sering digunakan, sering terlihat kesulitan
meniru rancangan.
d. Diagnosa
1. Kerusakan
interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas perkembangan (hiperaktivitas).
2. Perubahan
proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.
3. Resiko
perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan gangguan
pemusatan perhatian hiperaktivitas.
4. Resiko
cedera berhubungan dengan psikologis (orientasi tidak efektif)
5. Resiko
keterlambatan perkembangan berhubungan dengan penyakit mental (hiperaktivitas),
kurang konsentrasi.
e. Intervensi
1. Kerusakan interaksi sosial
berhubungan dengan disabilitas perkembangan (hiperaktivitas).
NOC
: Ketrampilan interaksi social
Tujuan
: Pasien mampu menunjukan interaksi social yang baik.
Kriteria
Hasil :
1)
Menunjukan perilaku yang dapat
meningkatkan atau memperbaiki interaksi social
2)
Mendapatakan atau meningkatkan
ketrampilan interaksi social (misalnya: kedekatan, kerja sama, sensitivitas dan
sebagainya).
3)
Mengungkapkan keinginan untuk
berhubungan dengan orang lain.
4)
Indicator skala :
1.
Tidak ada
2.
Terbatas
3.
Sedang
4.
Banyak
NIC
: Peningkatan sosialisasi, aktivitas keperawatan :
1.
Kaji pola interaksi antara pasien
dan orang lain
2.
Anjurkan pasien untuk bersikap jujur
dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghargai hak orang lain.
3.
Identifikasi perubahan perilaku yang
spesifik.
4.
Bantu pasien meningkatkan kesadaran
akan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
5.
Berikan umpan balik yang positif
jika pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2.
Perubahan
proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.
NOC
: Konsentrasi
Tujuan
: Pasien dapat berkonsentrasi secara penuh terhadap obyek atau benda- benda
disekitarnya
Kriteria
Hasil :
1) Menunjukan
proses pikir yang logis, terorganisasi.
2) Tidak
mudah terganggu / focus terhadap sesuatu
3) Berespon
dengan baik terhadap stimulus.
4) Indikator
skala :
1.
Tidak pernah
2.
Jarang
3.
Kadang-kadang
4.
Sering
5.
Konsisten
NIC :
Pengelolaan Konsentrasi, aktivitas keperawatan :
1.
Berikan pada anak yang membutuhkan
ketrampilan dan perhatian
2. Kurangi
stimulus yang berlebihan terhadap orang-orang dan lingkungan dan
orang/bebda-benda disekitarnya.
3. Berikan
umpan balik yang positif dan perilaku yang sesuai.
4. Bantu
anak untuk mengidentifikasikan benda-benda disekitarnya seperti, memberikan
permainan-permainan yang dapat merangsang pusat konsentrasi.
5. Kolaborasi
medis dalam pemberian terapi obat stimulan untuk anak dengan gangguan pusat
konsentrasi.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang
tua berhubungan dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
NOC
: Menjadi orang tua
Tujuan
: Orang tua mampu menghadapi kemungkinan resiko yang terjadi terhadap
anak dengan hiperaktivitas.
Kriteria
Hasil :
1) Mempunyai
harapan peran orang tua yang realistis
2) Mengidentifikasi
factor-faktor resiko dirinya yang dapat mengarah menjadi orang tua yang tidak
efektif.
3) Mengungkapkan
dengan kata-kata sifat positif dari anak.
4) Indikator
skala :
1.
Tidak sama sekali
2.
Sedikit
3.
Sedang
4.
Kuat
5.
Adekuat total
NIC :
Peningkatan Perkembangan, aktivitas keperawatan :
1.
Berikan informasi kepada orang tua
tentang bagaimana cara mengatasi perilaku anak yang hiperaktif
2.
Ajarkan pada orang tua tentang
tahapan penting perkembangan normal dan perilaku anak.
3.
Bantu orang tua dalam mengimplementasikan
program perilaku anak yang positif.
4.
Bantu keluarga dalam membuat
perubahan dalam lingkungan rumah yang dapat menurunkan perilaku negative anak.
4. Resiko cedera berhubungan dengan
psikologis (orientasi tidak efektif)
NOC
: Pengendalian Resiko
Tujuan
: Klien dapat terhindar dari resiko cedera
Kriteria
Hasil :
1) Mengubah
gaya hidup untuk mengurangii resiko.
2) Pasien/keluarga
akan mengidentifikasikan resiko yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap
cedera.
3) Orang
tua akan memilih permainan, memberi perawatan dan kontak social lingkungannya
dengan baik.
4) Indikator
skala :
1.
Tidak pernah
2.
Jarang
3.
Kadang-kadang
4.
Sering
5.
Konsisten
NIC : Mencegah
Jatuh, aktivitas keperawatan :
1. Identifikasikan
factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya: perubahan status mental,
keletihan setelah beraktivitas, dll.
2. Berikan
materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah
cedera.
3. Berikan
informasi mengenai bahaya lingkungan dan karakteristiknya (misalnya : naik
tangga, kolam renang jalan raya, dll )
4. Hindarkan
benda-benda disekitar pasien yang dapat membahayakan dan menyebabkan cidera.
5. Ajarkan
kepada pasien untuk berhati-hati dengan alat permainannya dan intruksikan
kepada keluarga untuk memilih permainan yang sesuai dan tidak menimbulkan
cedera.
5.
Resiko
keterlambatan perkembangan berhubungan dengan. penyakit mental
(hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
NOC:
Child Development
Tujuan:
Pasien tidak mengalami keterlambatan perkembangan
Kriteria
Hasil:
1) Anak
akan mencapai tahapan dalam perkembangan yaitu tidak mengalami keterlambatan 25
% atau lebih area sosial/perilaku pengaturan diri atau kognitif , bahasa,
keterampilan motorik halus dan motorik kasar.
2) Indikator
skala :
1.
Tidak pernah menunjukkan
2.
Jarang
3.
Kadang-kadang
4.
Sering
5.
Konsisten
NIC:
Meningkatan Perkembangan
1.
Lakukan pengkajian kesehatan yang
seksama (misalnya, riwayat anak, temperamen, budaya, lingkungan keluarga,
skrining perkembangan) untuk menentukan tingkat fungsional.
2.
Berikan aktivitas bermain yang
sesuai, dukung beraktivitas dengan anak lain.
3. Kaji
adanya faktor resiko pada saat prenatal dan pasca natal.
4. Berkomunikasi
dengan pasien sesuai dengan tingkat kognitif pada perkembangannya.
5. Berikan
penguatan yang positif/umpan balik terhadap usaha-usaha mengekspresikan diri.
6. Ajarkan
kepada orang tua tentang hal-hal penting dalam perkembangan anak.
f. Evaluasi
1. Kemampuan
interaksi sosial
2. Proses
pikir
3. Fokus
terhadap sesuatu
4. Respon
terhadap stimulus
5. Harapan
peran orang tua
6. Mengungkapkan
dengan kata sifat positif
7. Gaya
hidup untuk mengurangi resiko
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISME
A. Pengkajian
a. Riwayat
gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
b. Riwayat
keluarga yang terkena autisme.
c. Riwayat
kesehatan ketika anak dalam kandungan.
1)
Sering terpapar zat toksik, seperti
timbal.
2)
Cedera otak
d. Status
perkembangan anak.
1)
Anak kurang merespon orang lain.
2)
Anak sulit fokus pada objek dan
sulit mengenali bagian tubuh.
3)
Anak mengalami kesulitan dalam
belajar.
4)
Anak sulit menggunakan ekspresi non
verbal.
5)
Keterbatasan Kongnitif.
B. Pemeriksaan fisik
a. Tidak
ada kontak mata pada anak.
b. Anak
tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
c. Terdapat
Ekolalia.
d. Tidak
ada ekspresi non verbal.
e. Sulit
fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
f. Anak
tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
g. Peka
terhadap bau.
C. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan
interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya pada orang
lain.
b. Hambatan
komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori tidak
adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan
perasaan.
c. Risiko
tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan.
d. Kecemasan
pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
D. Intervensi
a. Kelemahan
interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya pada orang
lain.
Tujuan
: Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi:
:
1)
Batasi jumlah pengasuh pada anak.
2)
Tunjukan rasa kehangatan/keramahan
dan penerimaan pada anak.
3)
Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan
kepercayaan.
4)
Motivasi anak untuk berhubungan
dengan orang lain.
5)
Pertahankan kontak mata anak selama
berhubungan dengan orang lain.
6)
Berikan sentuhan, senyuman, dan
pelukan untuk menguatkan sosialisasi.
b. Hambatan
komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori tidak
adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan
perasaan.
Tujuan
: Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain.
Intervensi
:
1)
Pelihara hubungan saling percaya
untuk memahami komunikasi anak.
2)
Gunakan kalimat sederhana dan
lambang/maping sebagai media.
3)
Anjurkan kepada orang tua/pengasuh
untuk melakukan tugas secara konsisten.
4)
Pantau pemenuhan kebutuhan
komunikasi anaksampai anak menguasai.
5)
Kurangi kecemasan anak saat belajar
komunikasi.
6)
Validasi tingkat pemahaman anak
tentang pelajaran yang telah diberikan.
7)
Pertahankan kontak mata dalam
menyampaikan ungkapan non verbal.
8)
Berikan reward pada keberhasilan
anak.
9)
Bicara secara jelas dan dengan
kalimat sederhana.
10) Hindari
kebisingan saat berkomunikasi.
c. Risiko
tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan.
Tujuan
: Klien tidak menyakiti diriya.
Intervensi
:
1)
Bina hubungan saling percaya.
2)
Alihkan prilaku menyakiti diri yang
terjadi akibat respon dari peningkatan kecemasan.
3)
Alihkan/kurangi penyebab yang
menimbulkan kecemasan.
4)
Alihkan perhatian dengan
hiburan/aktivitas lain untuk menurunkan tingkat kecemasan.
5)
Lindungi anak ketika prilaku
menyakiti diri terjadi.
6)
Siapkan alat pelindung/proteksi.
7)
Pertahankan lingkungan yang aman.
d. Kecemasan
pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
Tujuan
: Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi
:
1)
Tanamkan pada orang tua bahwa autis
bukan aib/penyakit.
2)
Anjurkan orang tua untuk membawa
anak ke tempat terapi yang berkwalitas baik serta melakukan secara konsisten.
3)
Berikan motivasi kepada orang tua
agar dapat menerima kondisi anaknya yang spesial.
4)
Anjurkan orang tua untuk mengikuti
perkumpulan orang tua dengan anak autis, seperti kegiatan Autis Awareness
Festifal.
5)
Berikan informasi mengenai
penanganan anak autis.
6)
Beritahukan kepada orang tua tentang
pentingnya menjalankan terapi secara konsisten dan kontinue.
DAFTAR
PUSTAKA
Fadhli,
A. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Anggrek.
Monika, & Waruwu, F. E. (2006). Jurnal Provitae Volume 2 ,Nomor 2. Anak
Berkebutuhan Khusus: Bagaimana Mengenal dan Menanganinya , 15.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NIC-NOC, N. (2013). Panduan penyusunan asuhan keperawatan
profesional. jakarta: mediaction.
NIC-NOC, N. (2013). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Jakarta: Mediaction.
Wong, D. L. (2008).
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
Betz, Cecily L. Buku saku Keperawatan Pediatri. Jakarta :
EGC
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar